Thursday 13 September 2018

Perjalanan KOHATI Dalam Pusaran Dinamika NKRI


Sesungguhnya agama Islam adalah ajaran yang hak dan sempurna yang diridhoi oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia sesuai fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi niscaya kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya.
Di sisi Allah SWT, manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai derajat yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaannya, yakni sejauhmana istiqamah mengimani dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
“Perempuan adalah tiang negara, bila kaum perempuannya baik (berahlak karimah) maka negaranya baik dan bila perempuannya rusak (amoral) maka rusaklah negara itu (Sya’ir Arab)”.
Dalam rangka memaknai peran strategis tersebut, maka HMI-Wati dituntut untuk menguasai ilmu agama, IPTEK serta keterampilan yang tinggi dengan senantiasa menyadari fitrahnya.
Perempuan sebagai salah satu elemen masyarakat harus memainkan peran strategis dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Sebagai salah satu strategi perjuangan dalam mewujudkan mission HMI, diperlukan sebuah wadah yang menghimpun segenap potensi dalam wacana keperempuanan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, HMI membentuk Korps HMI-Wati (KOHATI) yang berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI.

Sejarah Awal Berdirinya Kohati

Organisasi merupakan wadah bagi orang-orang untuk berproses agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pada umumnya, organisasi memiliki beberapa turunan bidang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing demi tercapainya tujuan organisasi tersebut. HMI sebagai organisasi mahasiswa juga memiliki beberapa turunan bidang yang dikatakan sebagai departemen awalnya.
Dalam struktur kepengurusan HMI terdapat Departemen Keputrian, dimana memiliki peranan dalam mengelola masalah kewanitaan, sebagaimana dengan halnya bidang-bidang/kegiatan lain dalam HMI. Ada Departemen Kader, Departemen Kemahasiswaan, Departemen Hubungan Luar Negeri, dan lain-lain. Jadi Departemen Keputrian adalah bagian dari kepengurusan HMI, mulai dari tingkat komisariat sampai Pengurus Besar.
Komposisi pengurus HMI yang didominasi oleh laki-laki, membuat Departemen Keputrian ingin lebih memberdayakan perempuan untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati dalam aspek internal dan eskternal. Dalam internal, HMI-Wati sangat jarang mengisi posisi penting dalam kepengurusan seperti menjadi ketua bidang. Padahal tidak ada permasalahan mengenai status, hak, dan wewenang antara laki-laki dan perempuan karena semuanya sama di dalam Islam. 
Setelah ditelaah, yang menjadi akar permasalahan ialah kualitas dari kader HMI-Wati. Karena apabila kualitas kader HMI-Wati dapat bersaing dengan HMI-Wan akan bisa mengisi posisi penting di HMI, seperti Bararah Baried dan Tujimah. Sehingga butuh wadah khusus untuk lebih intensif dalam hal pembinaan kader HMI-Wati dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati sesuai dengan tujuan HMI.
Pada aspek eksternal, kesulitan HMI-Wati untuk menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya menjadi terbatas. Departemen Keputrian bukanlah dipandang sebuah organisasi perempuan, melainkan bagian dari organisasi HMI. Sehingga tidak bisa menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya, seperti BKOW dan KOWANI. Sementara itu, syarat-syarat sebuah organisasi ialah memiliki struktur kepengurusan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sebagai pedoman pokok organisasi. Di sisi lain, para aktivis HMI menyadari sepenuhnya bahwa perempuan perlu diberdayakan untuk memperluas peranannya. Sehingga sebenarnya kata pemberdayaan terhadap perempuan sudah lama menjadi pembahasan di dalam tubuh HMI. Apabila dibentuk badan khusus perempuan, yaitu KOHATI maka dianggap seolah-olah organisasi perempuan yang bersifat penuh secara otonom sehingga dapat tercimpung dengan organisasi perempuan lainnya. 
Keinginan untuk mendirikan wadah khusus bagi perempuan memuncak ketika keikutsertaan HMI-Wati pada HMI yang bergabung dalam Aksi Pengganyangan PKI pada bulan Oktober 1965. Sesudah PKI bubar dan rasa percaya diri mahasisa Islam makin tinggi, maka terlihat meningkatnya minat mahasiswa untuk mendaftarkan dirinya menjadi anggota HMI, termasuk dengan HMI-Wati. Bahkan tingginya jumlah anggota HMI-Wan dan HMI-Wati sampai hampir di seluruh Cabang yang ada di Indonesia. Sehingga dikhawatirkan tidak akan mampu menampung semakin besarnya jumlah HMI-Wati yang berada di lingkungan HMI, maka direncanakan dibentuk KOHATI. 

Seperti Cabang Jakarta pada tahun 1957, jumlah anggota hanya 120 orang dan meningkat pada tahun 1965 menjadi 2.000 orang. Karena sebelum munculnya peristiwa Gerakan 30 September 1965, terjadi aksi penggayangan HMI oleh PKI secara bertubi-tubi melalui media massa dan lain-lain dengan tujuan agar Presiden Soekarno dalam kapasitasnya sebagai Pemimpin Besar Revolusi membubarkan HMI. Bahkan jalan tengah yang diputuskan oleh Soekarno ialah memecat beberapa kader-kader HMI yang ekstrim, termasuk Usman Pelly dari Sumatera Utara. Namun kegagalan Gerakan 30 September 1965 serta kemenangan Orde Baru dimana komponen-komponan masyarakat menyambut baik perkembangan tersebut yang menandakan bangsa Indonesia memasuki era baru yang penuh dengan pengharapan.
Tercetusnya ide pembentukan dan nama KOHATI timbul pertama kali di HMI Cabang Jakarta, yang dikukuhkan dalam Konferensi HMI Cabang Jakarta pada Desember 1965. Kata KOHATI secara spontan muncul dari Dahlan Ranuwihardjo. Ketika itu istilah yang sering digunakan ialah HMI-Wan dan HMI-Wati. Untuk HMI-Wati Dahlan Ranuwihardjo pernah berkata “ayo-ayo HMI-Wati, mana nih HMI-Watinya”, dan akhirnya secara spontan menjadi “ayo Corps HMI-Wati, Cohati !” . Saat itu sedang hangatnya muncul berbagai “Corp” dalam angkatan bersenjata sebagai wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya Corp Wanita Angkatan Laut (COWAL), Angkatan Darat punya Corp Wanita Angkatan Darat (COWAD), Angkatan Udara punya Corp Wanita Angkatan Udara (COWAU), dan angkatan mengatakan bahwa HMI memiliki Corps HMI-Wati yang kemudian disingkat dengan COHATI. Dimana dikatakan apabila “copilot” selalu berada di samping “pilot”, maka “COHATI” selalu berada di samping hati (HMI-Wan).
Sedangkan istilah “korps” digunakan untuk menghindari digunakannya kata perhimpunan, asosiasi, ataupun organisasi, karena tidak mungkin ada organsasi di dalam organsasi. Semangat mendirikan korps ini adalah karena ia memiliki jiwa korps, yakni jiwa kebersamaan dan persaudaraan. Sifatnya semi otonom karena menjadi bagian dari HMI, organisasi induknya. Saat HMI PB dipimpin oleh Sulastomo, sebagai hasil dari Kongres ke VII di Jakarta pada tahun 1963, dalam jajaran kepengurusan terdapat enam orang HMI-Wati yang duduk sebagai pengurus. Dua diantaranya, yaitu Eka Masni dan Lily Muslichah, duduk di Departemen Keputrian. Selain itu ada Zulaecha Yasin sebagai Ketua Departemen Hubungan Luar negeri serta Anniswati Rochlan, Siti Delfina, dan Rasmidar Aminy, yang menjabat sebagai staf bendahara. Setelah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) pada tanggal 3 Januari 1963, PB HMI melakukan reshuffle. dimana kepengurusan disederhanakan menjadi 24 orang. Sejak saat itu, Departemen Keputrian dipimpin oleh Anniswati Rochlan hingga Kongres ke VIII di Solo.
Ketika Mukernas HMI dilaksanakan pada awal tahun 1966, HMI-Wati Panitia dari KOHATI Cabang Jakarta memakai jaket seragam berwarna biru benhur dan membuat tanda tanya kepada seluruh peserta Mukernas mengenai hal tersebut. Peserta Mukernas langsung diberi tahu bahwa sekumpulan perempuan yang menggunakan jaket biru itu adalah Korps HMI-Wati yang disingkat dengan KOHATI yang telah dibentuk oleh HMI Cabang Jakarta. Para peserta Mukernas terlebih lagi para HMI-Watinya terkesan melihat KOHATI. Hal ini menjadi pemicu terbentuknya KOHATI di beberapa cabang, dengan meniru dan mendirikan KOHATI pada cabangnya masing-masing. Bahkan di HMI Cabang Makassar telah membentuk hal yang serupa, hanya saja berbeda nama yakni “Corps Keputrian” yang disingkat dengan CK. Meskipun tidak diketahui secara jelas kapan dibentuk CK tersebut.
Pada 11 Juni 1966, PB HMI mengeluarkan Surat Keputusan dengan No: 2319/A/Se/1966 yang mengintruksikan agar KOHATI juga dibentuk di setiap cabang, komisariat, dan rayon dengan status semi otonom. Kemudian intruksi disusul pada 6 Juli 1966 yang diperkuat dengan tanda tangan Anniswati Rochlan sebagai Ketua Departemen Keputrian, agar segera dibentuk KOHATI.
Pada tahapan selanjutnya direncanakan untuk mengadakan Musyawarah Nasional (MUNAS) I KOHATI pada kongres ke VIII di Solo. Selanjutnya keputusan dikeluarkan saat diselenggarakan Kongres HMI Pengurus Besar ke VIII di Solo. Peserta kongres merupakan kader perwakilan dari setiap cabang HMI yang ada di seluruh Indonesia. Dalam mengambil keputusan mendirikan KOHATI, hampir tidak ada yang berkeberatan, mengingat peningkatan jumlah HMI-Wati yang signifikan di cabang-cabang. Hal ini disepakati dan disetujui bersama bahwa HMI butuh korps bagi perempuan agar lebih terarah dan terfokus. Dalam penamaan wadah HMI-Wati, sebelumnya muncul perdebatan cukup hangat bagi para peserta. Awalnya, kata “Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan “COHATI” tidak disetujui oleh peserta kongres dari beberapa cabang di luar Jawa, terutama Cabang Makassar karena dianggap kurang cocok jika menggunakan kata “Wati”. Mereka mengusulkan untuk menggunakan kata “Putri”, sehingga menjadi HMI-Putri. Namun melalui perdebatan yang panjang, akhirnya terpilih dengan nama “Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan COHATI.
KOHATI secara resmi didirikan pada Musyawarah Nasional (MUNAS) I, bertepatan dengan Kongres VIII HMI di Solo pada tanggal 10 sampai 17 September 1966. Namun disepakati, bahwa tanggal 17 September 1966 menjadi momentum hari kelahiran KOHATI secara nasional. Ketika itu, HMI Pengurus Besar dipimpin oleh Nurcholis Madjid sebagai Ketua Umum dan Anniswati Rochlan adalah salah seorang wakil ketua yang bertugas membawahi KOHATI Pengurus Besar. Dengan terbentuknya KOHATI, Departemen Keputrian dihapuskan dari susunan kepengurusan HMI. Anniswati Rochlan terpilih sebagai formateur pada MUNAS I KOHATI dengan dua orang mede formatur yaitu Ida Ismail dan Yulia Mulyati. Anniswati Ketua KOHATI Pengurus Besar pertama, kemudian menyusun KOHATI Pengurus Besar yang terdiri dari 18 orang HMI-Wati, dimana Ida Ismail Nasution menjadi salah seorang Wakil Ketua dan Yulia Mulyati sebagai Sekretaris Umum KOHATI Pengurus Besar. Karena bagus atau tidaknya suatu wadah atau organisasi tergantung dengan sikap dan tindakan dari seorang pemimpin.  
Di dalam MUNAS KOHATI I, memutuskan nama “COHATI”, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) COHATI (sekarang bernama Pedoman Dasar KOHATI atau disingkat dengan PDK), Program Kerja dan Rekomendasi MUNAS KOHATI. Pada mukaddimah PD/PRT COHATI pada awal pendirian tanggal 17 September 1966 mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang artinya, “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, baiklah negaranya, bila rusak wanitanya, rusaklah negara”. Hal inilah yang menjadi landasan utama mengapa kualitas peranan HMI-Wati harus ditingkatkan di dalam HMI. Terkait dengan peningkatan Departemen Keputrian (Pemberdayaan Perempuan) menjadi korps yang berstatus semi-otonom, maka dalam melaksanakan kegiatannya keluar HMI, KOHATI seolah-olah sebuah organisasi yang mewakili HMI pada kegiatan-kegiatan eksternal, khususnya pada forum organisasi wanita.
Formulasi lengkap dari tujuan KOHATI pada saat pendiriannya adalah “Meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati dalam usaha untuk mencapai tujuan HMI pada umumnya dan bidang kewanitaannya pada khususnya”. Hasil dari kongres inilah, membuat HMI yang tersebar luas di seluruh Indonesia, mulai dari Badan Koordinasi (BADKO) sampai ke tingkat komisariat membentuk KOHATI secara nasional.
Kohati merupakan badan khusus HMI yang bertugas membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan dinamika gerakan keperempuanan. Kohati merupakan wahana untuk mengakomodir potensi dan menampung aspirasi para HMI-Wati. Untuk menjadi HMI wati atau Kohati harus mengikuti jemjang perkaderan pertama kali yaitu LK 1 (Basic Training). Setelah menjadi keder HMI maka secara otomatis perempuan yang telah mengikuti HMI menjadi anggota Kohati.
Selain itu, tujuan adanya Kohati adalah “Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita” yang berarti muslim yang akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil makmur yang diridhoi Allah SWT .
Dengan demikian diharapkan setiap kader kohati mampu menunjukkan lima kulitas Insan cita, sesuai dengan yang tertera dalam Tujuan HMI sehingga mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Karena perempuan merupakan tiang agama, madrasatul ula bagi anak-anknya kelak, maka jika para perempuan kurang cerdas dan tanggap maka akan berdampak bagi keturunannya dan kelangsungan kehidupan dalam lingkup yang lebih besar yaitu Negara.

Sifat, Fungsi dan Peran Kohati
Semi otonom merupakan sifat dari kohati, yang berarti bahwa kohati memiliki spesifikasi khusus dalam aktifitas dan kegiatannya. 
Di internal HMI, Kohati merupakan sebuah bidang pemberdayaan perempuan yang memiliki hak dan kewajiban serta posisinya sama dengan bidang-bidang lain di HMI. Kohati sebagai bidang mempunyai kebijakan dan forum pengambilan keputusan tersendiri yang diatur oleh pedoman dasar kohati yang merupakan penjabaran dari konstitusi HMI. 
Sedangkan di eksternal HMI, Kohati adalah suatu organisasi mahasiswi yang memiliki atribut organisasi yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas di luar hmi untuk memperjuangkan misi HMI.
Kohati sebagai institusi memiliki peran sebagai Pembina dan Pendidik HMI-Wati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Maka Kohati mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi HMI-wati di semua bidang untuk akselerasi tercapainya tujuan HMI.
Kohati sebagai badan khusus HMI secara internal berfungsi sebagai Bidang Pemberdayaan Perempuan. Sedangkan secara eksternal Kohati berfungsi sebagai organisasi mahasiswi. Dalam internal, Kohati menjadi wadah pendidikan dan pelatihan bagi para HMI-Wati untuk membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi serta perannya dalam berbagai bidang khususnya keperempuanan dan anak melalui pendidikan, pelatihan dan aktivitas-aktivitas lain dalam kepengurusan HMI. Sedangkan dalam eksternal, Kohati merupakan pembawa misi HMI di setiap forum-forum keperempuanan dengan tujuan memperluas keberadaan HMI di semua aspek dan level kehidupan. Secara khusus keterlibatan HMI-Wati pada wilayah eksternal merupakan pengembangan dari kualitas pengabdian masyarakat yang dimilikinya.
Dengan kata lain fungsi Kohati adalah wadah aktualisasi dan pemacu seluruh potensi-potensi HMI-Wati serta mendorong HMI-Wati untuk berinteraksi secara optimal dalam setiap aktivitas HMI, juga menjadikan ruang gerak HMI dalam masyarakat menjadi lebih luas.

Flatform Gerakan Kohati
Berbicara tentang platform gerakan Kohati adalah rencana kerja, pernyataan sekelompok orang tentang prinsip atau kebijakan.dasar atau tempat dimana sistem operasi kerja berbicara tentang landasan umum gerak eksternal kohati. Di samping platform gerakan juga berbicara tentang suatu paradigma, yaitu mengarahkan sudut pandang masyarakat akademis.
Platform dianggap penting bagi suatu gerakan organisasi untuk mempengaruhi aspek gerak maupun aspek pemikiran HMI-Wati secara berkesinambungan sejalan dengan proses terbentuknya sejarah HMI yang tidak terpisahkan dengan visi ke-Islaman, ke-Intelektualan dan ke-Indonesian. Mengingat di era global ini, masalah keperempuanan menjadi isu sentral dan diskursus yang intens dibicarakan. Dengan munculnya berbagai gerakan dari pemerhati perempuan membuktikan bahwa kesenjangan antara laki-laki dan perempuan di bidang IPOLEKSOSBUD masih terjadi.
Kohati sebagai bagian integral dari HMI yang mempunyai peran strategis untuk merespon problem (Mahasiswi pada khususnya dan Perempuan pada umumnya), salah satunya adalah problem sosial bernama ketidakadilan yang banyak menimpa kaum perempuan karena ketimpangan pola relasi antar individu di masyarakat. Dengan demikian persoalan keperempuanan yang merupakan masalah sosial, harus mendapatkan perhatian serius dari HMI untuk merealisasikan cita-citanya yaitu “Mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT”.
Dalam upaya menjawab tantangan tersebut, Kohati membentuk dasar kebijakan yang terformulasi secara integral dan komprehensif, sehingga gerakan yang dilakukan dapat mengenai sasaran dengan tepat. Arahan yang jelas dalam pergerakan Kohati adalah menanamkan ideologi gerakan perempuan (hegemoni ideologi) sebagai salah satu cara mewujudkan masyarakat adil, demokratis, egaliter dan beradab sebagai prototipy masyarakat madani (civil society).
Konsekuensinya, kaum perempuan dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta keterampilan yang mendukung, artinya HMI-Wati harus memiliki keseimbangan dalam kemandirian intelektual serta ketegasan dalam bersikap dengan landasan berpijak yang jelas. Singkat kata, gerakan Kohati mengacu kepada 4 hal yakni, Ke-Islaman, Ke-Intelektualan, Ke-Perempuanan dan Ke-Indonesiaan. Dan keempat hal tersebut merupakan sistematisasi yang dibuat untuk memainkan peran strategisnya pada pergerakan Kohati.
Memasuki tahun 2018 saat ini, tepatnya 17 September, Kohati telah genap berusia 52 tahun. Setengah abad lebih Kohati berkiprah dalam pusaran NKRI, disadari atau tidak, sedikit banyaknya Kohati telah berperan aktif dalam berupaya mewujudkan tujuannya tersebut.
Dalam perjalanan bangsa selama ini, kinerja Kohati adalah hal menjadi salah satu kebanggaan tersendiri dalam diri kader HMI, sebab eksistensi Kohati merupakan eksistensi HMI jua. Walau bagaimanapun tangan zaman yang kian menerpa bangsa saat ini, serpihan-serpihan harapan dan kesempatan untuk lebaih baik lagi kedepannya tentunya pasti masih ada, kita berharap dihari lahirnya Kohati ke-52 tahun ini, Kohati dapat lebih baik lagi dan tetap istiqomah dalam mewujudkan Muslimah Berkualitas Insan Cita, semoga saja. 
Bahagia HMI, Jayalah Kohati, Yakin Usaha Sampai.



Keterangan :
Referensi 2 : Pedoman Dasar Kohati (PDK)



2 comments:
Write comments