Sesungguhnya agama Islam adalah ajaran yang hak dan sempurna yang
diridhoi oleh Allah SWT untuk mengatur kehidupan umat manusia sesuai fitrahnya
sebagai khalifah di muka bumi niscaya kewajiban mengabdikan diri semata-mata
kehadirat-Nya.
Di sisi Allah SWT, manusia baik laki-laki maupun perempuan
mempunyai derajat yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaannya, yakni
sejauhmana istiqamah mengimani dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
“Perempuan
adalah tiang negara, bila kaum perempuannya baik (berahlak karimah) maka
negaranya baik dan bila perempuannya rusak (amoral) maka rusaklah negara itu
(Sya’ir Arab)”.
Dalam rangka memaknai peran strategis tersebut, maka HMI-Wati
dituntut untuk menguasai ilmu agama, IPTEK serta keterampilan yang tinggi
dengan senantiasa menyadari fitrahnya.
Perempuan sebagai salah satu elemen masyarakat harus memainkan
peran strategis dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah
SWT. Sebagai salah satu strategi perjuangan dalam mewujudkan mission HMI,
diperlukan sebuah wadah yang menghimpun segenap potensi dalam wacana
keperempuanan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, HMI membentuk Korps
HMI-Wati (KOHATI) yang berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
HMI.
Sejarah Awal Berdirinya
Kohati
Organisasi merupakan wadah
bagi orang-orang untuk berproses agar menjadi lebih baik dari sebelumnya. Pada
umumnya, organisasi memiliki beberapa turunan bidang sesuai dengan tugas pokok
dan fungsinya masing-masing demi tercapainya tujuan organisasi tersebut. HMI
sebagai organisasi mahasiswa juga memiliki beberapa turunan bidang yang
dikatakan sebagai departemen awalnya.
Dalam struktur kepengurusan HMI terdapat Departemen Keputrian,
dimana memiliki peranan dalam mengelola masalah kewanitaan, sebagaimana dengan
halnya bidang-bidang/kegiatan lain dalam HMI. Ada Departemen Kader, Departemen
Kemahasiswaan, Departemen Hubungan Luar Negeri, dan lain-lain. Jadi Departemen
Keputrian adalah bagian dari kepengurusan HMI, mulai dari tingkat komisariat
sampai Pengurus Besar.
Komposisi pengurus HMI
yang didominasi oleh laki-laki, membuat Departemen Keputrian ingin lebih
memberdayakan perempuan untuk meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati dalam
aspek internal dan eskternal. Dalam internal, HMI-Wati sangat jarang mengisi
posisi penting dalam kepengurusan seperti menjadi ketua bidang. Padahal tidak
ada permasalahan mengenai status, hak, dan wewenang antara laki-laki dan
perempuan karena semuanya sama di dalam Islam.
Setelah ditelaah, yang
menjadi akar permasalahan ialah kualitas dari kader HMI-Wati. Karena apabila
kualitas kader HMI-Wati dapat bersaing dengan HMI-Wan akan bisa mengisi posisi
penting di HMI, seperti Bararah Baried dan Tujimah. Sehingga butuh wadah khusus
untuk lebih intensif dalam hal pembinaan kader HMI-Wati dengan tujuan untuk
meningkatkan kualitas dan peranan HMI-Wati sesuai dengan tujuan HMI.
Pada aspek eksternal,
kesulitan HMI-Wati untuk menjalin kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya
menjadi terbatas. Departemen Keputrian bukanlah dipandang sebuah organisasi
perempuan, melainkan bagian dari organisasi HMI. Sehingga tidak bisa menjalin
kerjasama dengan organisasi perempuan lainnya, seperti BKOW dan KOWANI.
Sementara itu, syarat-syarat sebuah organisasi ialah memiliki struktur
kepengurusan dan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga sebagai pedoman pokok
organisasi. Di sisi lain, para aktivis HMI menyadari sepenuhnya bahwa perempuan
perlu diberdayakan untuk memperluas peranannya. Sehingga sebenarnya kata
pemberdayaan terhadap perempuan sudah lama menjadi pembahasan di dalam tubuh
HMI. Apabila dibentuk badan khusus perempuan, yaitu KOHATI maka dianggap
seolah-olah organisasi perempuan yang bersifat penuh secara otonom sehingga
dapat tercimpung dengan organisasi perempuan lainnya.
Keinginan untuk mendirikan
wadah khusus bagi perempuan memuncak ketika keikutsertaan HMI-Wati pada HMI
yang bergabung dalam Aksi Pengganyangan PKI pada bulan Oktober 1965. Sesudah
PKI bubar dan rasa percaya diri mahasisa Islam makin tinggi, maka terlihat
meningkatnya minat mahasiswa untuk mendaftarkan dirinya menjadi anggota HMI,
termasuk dengan HMI-Wati. Bahkan tingginya jumlah anggota HMI-Wan dan HMI-Wati
sampai hampir di seluruh Cabang yang ada di Indonesia. Sehingga dikhawatirkan
tidak akan mampu menampung semakin besarnya jumlah HMI-Wati yang berada di
lingkungan HMI, maka direncanakan dibentuk KOHATI.
Seperti Cabang Jakarta
pada tahun 1957, jumlah anggota hanya 120 orang dan meningkat pada tahun 1965
menjadi 2.000 orang. Karena sebelum munculnya peristiwa Gerakan 30 September
1965, terjadi aksi penggayangan HMI oleh PKI secara bertubi-tubi melalui media
massa dan lain-lain dengan tujuan agar Presiden Soekarno dalam kapasitasnya
sebagai Pemimpin Besar Revolusi membubarkan HMI. Bahkan jalan tengah yang
diputuskan oleh Soekarno ialah memecat beberapa kader-kader HMI yang ekstrim,
termasuk Usman Pelly dari Sumatera Utara. Namun kegagalan Gerakan 30 September
1965 serta kemenangan Orde Baru dimana komponen-komponan masyarakat menyambut
baik perkembangan tersebut yang menandakan bangsa Indonesia memasuki era baru
yang penuh dengan pengharapan.
Tercetusnya ide
pembentukan dan nama KOHATI timbul pertama kali di HMI Cabang Jakarta, yang
dikukuhkan dalam Konferensi HMI Cabang Jakarta pada Desember 1965. Kata KOHATI
secara spontan muncul dari Dahlan Ranuwihardjo. Ketika itu istilah yang sering
digunakan ialah HMI-Wan dan HMI-Wati. Untuk HMI-Wati Dahlan Ranuwihardjo pernah
berkata “ayo-ayo HMI-Wati, mana nih HMI-Watinya”, dan akhirnya
secara spontan menjadi “ayo Corps HMI-Wati, Cohati !” . Saat
itu sedang hangatnya muncul berbagai “Corp” dalam angkatan bersenjata sebagai
wadah khusus perempuan, seperti Angkatan Laut punya Corp Wanita Angkatan Laut
(COWAL), Angkatan Darat punya Corp Wanita Angkatan Darat (COWAD), Angkatan
Udara punya Corp Wanita Angkatan Udara (COWAU), dan angkatan mengatakan bahwa
HMI memiliki Corps HMI-Wati yang kemudian disingkat dengan COHATI. Dimana
dikatakan apabila “copilot” selalu berada di samping “pilot”, maka “COHATI”
selalu berada di samping hati (HMI-Wan).
Sedangkan istilah “korps”
digunakan untuk menghindari digunakannya kata perhimpunan, asosiasi, ataupun
organisasi, karena tidak mungkin ada organsasi di dalam organsasi. Semangat
mendirikan korps ini adalah karena ia memiliki jiwa korps, yakni jiwa
kebersamaan dan persaudaraan. Sifatnya semi otonom karena menjadi bagian dari
HMI, organisasi induknya. Saat HMI PB dipimpin oleh Sulastomo, sebagai
hasil dari Kongres ke VII di Jakarta pada tahun 1963, dalam jajaran
kepengurusan terdapat enam orang HMI-Wati yang duduk sebagai pengurus. Dua
diantaranya, yaitu Eka Masni dan Lily Muslichah, duduk di Departemen Keputrian.
Selain itu ada Zulaecha Yasin sebagai Ketua Departemen Hubungan Luar negeri
serta Anniswati Rochlan, Siti Delfina, dan Rasmidar Aminy, yang menjabat
sebagai staf bendahara. Setelah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) pada
tanggal 3 Januari 1963, PB HMI melakukan reshuffle. dimana
kepengurusan disederhanakan menjadi 24 orang. Sejak saat itu, Departemen
Keputrian dipimpin oleh Anniswati Rochlan hingga Kongres ke VIII di Solo.
Ketika Mukernas HMI
dilaksanakan pada awal tahun 1966, HMI-Wati Panitia dari KOHATI Cabang Jakarta
memakai jaket seragam berwarna biru benhur dan membuat tanda tanya kepada
seluruh peserta Mukernas mengenai hal tersebut. Peserta Mukernas langsung
diberi tahu bahwa sekumpulan perempuan yang menggunakan jaket biru itu adalah
Korps HMI-Wati yang disingkat dengan KOHATI yang telah dibentuk oleh HMI Cabang
Jakarta. Para peserta Mukernas terlebih lagi para HMI-Watinya terkesan melihat
KOHATI. Hal ini menjadi pemicu terbentuknya KOHATI di beberapa cabang, dengan
meniru dan mendirikan KOHATI pada cabangnya masing-masing. Bahkan di HMI Cabang
Makassar telah membentuk hal yang serupa, hanya saja berbeda nama yakni “Corps
Keputrian” yang disingkat dengan CK. Meskipun tidak diketahui secara jelas
kapan dibentuk CK tersebut.
Pada 11 Juni 1966, PB HMI
mengeluarkan Surat Keputusan dengan No: 2319/A/Se/1966 yang mengintruksikan
agar KOHATI juga dibentuk di setiap cabang, komisariat, dan rayon dengan status
semi otonom. Kemudian intruksi disusul pada 6 Juli 1966 yang diperkuat dengan
tanda tangan Anniswati Rochlan sebagai Ketua Departemen Keputrian, agar segera
dibentuk KOHATI.
Pada tahapan selanjutnya
direncanakan untuk mengadakan Musyawarah Nasional (MUNAS) I KOHATI pada kongres
ke VIII di Solo. Selanjutnya keputusan dikeluarkan saat diselenggarakan Kongres
HMI Pengurus Besar ke VIII di Solo. Peserta kongres merupakan kader perwakilan
dari setiap cabang HMI yang ada di seluruh Indonesia. Dalam mengambil keputusan
mendirikan KOHATI, hampir tidak ada yang berkeberatan, mengingat peningkatan
jumlah HMI-Wati yang signifikan di cabang-cabang. Hal ini disepakati dan
disetujui bersama bahwa HMI butuh korps bagi perempuan agar lebih terarah dan
terfokus. Dalam penamaan wadah HMI-Wati, sebelumnya muncul perdebatan cukup
hangat bagi para peserta. Awalnya, kata “Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan
“COHATI” tidak disetujui oleh peserta kongres dari beberapa cabang di luar
Jawa, terutama Cabang Makassar karena dianggap kurang cocok jika menggunakan kata
“Wati”. Mereka mengusulkan untuk menggunakan kata “Putri”, sehingga menjadi
HMI-Putri. Namun melalui perdebatan yang panjang, akhirnya terpilih dengan
nama “Corps HMI-Wati” yang disingkat dengan COHATI.
KOHATI secara resmi
didirikan pada Musyawarah Nasional (MUNAS) I, bertepatan dengan Kongres VIII
HMI di Solo pada tanggal 10 sampai 17 September 1966. Namun disepakati, bahwa
tanggal 17 September 1966 menjadi momentum hari kelahiran KOHATI secara
nasional. Ketika itu, HMI Pengurus Besar dipimpin oleh Nurcholis Madjid
sebagai Ketua Umum dan Anniswati Rochlan adalah salah seorang wakil ketua yang
bertugas membawahi KOHATI Pengurus Besar. Dengan terbentuknya KOHATI,
Departemen Keputrian dihapuskan dari susunan kepengurusan HMI. Anniswati
Rochlan terpilih sebagai formateur pada MUNAS I KOHATI dengan dua orang mede
formatur yaitu Ida Ismail dan Yulia Mulyati. Anniswati Ketua KOHATI Pengurus
Besar pertama, kemudian menyusun KOHATI Pengurus Besar yang terdiri dari 18
orang HMI-Wati, dimana Ida Ismail Nasution menjadi salah seorang Wakil Ketua
dan Yulia Mulyati sebagai Sekretaris Umum KOHATI Pengurus Besar. Karena bagus
atau tidaknya suatu wadah atau organisasi tergantung dengan sikap dan tindakan
dari seorang pemimpin.
Di dalam MUNAS KOHATI I,
memutuskan nama “COHATI”, Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT)
COHATI (sekarang bernama Pedoman Dasar KOHATI atau disingkat dengan PDK),
Program Kerja dan Rekomendasi MUNAS KOHATI. Pada mukaddimah PD/PRT COHATI pada awal
pendirian tanggal 17 September 1966 mengutip hadits Nabi Muhammad SAW yang
artinya, “Wanita adalah tiang negara, apabila baik wanitanya, baiklah
negaranya, bila rusak wanitanya, rusaklah negara”. Hal inilah
yang menjadi landasan utama mengapa kualitas peranan HMI-Wati harus
ditingkatkan di dalam HMI. Terkait dengan peningkatan Departemen Keputrian
(Pemberdayaan Perempuan) menjadi korps yang berstatus semi-otonom, maka dalam
melaksanakan kegiatannya keluar HMI, KOHATI
seolah-olah sebuah organisasi yang mewakili HMI pada kegiatan-kegiatan
eksternal, khususnya pada forum organisasi wanita.
Formulasi lengkap dari
tujuan KOHATI pada saat pendiriannya adalah “Meningkatkan kualitas dan
peranan HMI-Wati dalam usaha untuk mencapai tujuan HMI pada umumnya
dan bidang kewanitaannya pada khususnya”. Hasil dari
kongres inilah, membuat HMI yang tersebar luas di seluruh
Indonesia, mulai dari Badan Koordinasi (BADKO) sampai ke tingkat komisariat
membentuk KOHATI secara nasional.
Kohati merupakan badan khusus HMI yang bertugas
membina, mengembangkan dan meningkatkan potensi HMI-Wati dalam wacana dan
dinamika gerakan keperempuanan. Kohati merupakan wahana untuk mengakomodir
potensi dan menampung aspirasi para HMI-Wati. Untuk menjadi HMI wati atau
Kohati harus mengikuti jemjang perkaderan pertama kali yaitu LK 1 (Basic
Training). Setelah menjadi keder HMI maka secara otomatis perempuan
yang telah mengikuti HMI menjadi anggota Kohati.
Selain itu, tujuan adanya
Kohati adalah “Terbinanya Muslimah Berkualitas Insan Cita” yang berarti
muslim yang akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung
jawab atas terwujudnya masyarakat yang adil makmur yang diridhoi Allah
SWT .
Dengan demikian diharapkan
setiap kader kohati mampu menunjukkan lima kulitas Insan cita, sesuai dengan
yang tertera dalam Tujuan HMI sehingga mampu mewujudkan cita-cita bangsa.
Karena perempuan merupakan tiang agama, madrasatul ula bagi anak-anknya kelak,
maka jika para perempuan kurang cerdas dan tanggap maka akan berdampak bagi
keturunannya dan kelangsungan kehidupan dalam lingkup yang lebih besar yaitu
Negara.
Sifat, Fungsi dan Peran Kohati
Semi otonom merupakan sifat dari kohati, yang
berarti bahwa kohati memiliki spesifikasi khusus dalam aktifitas dan
kegiatannya.
Di internal HMI, Kohati merupakan sebuah bidang pemberdayaan perempuan yang memiliki hak dan kewajiban serta posisinya sama dengan bidang-bidang lain di HMI. Kohati sebagai bidang mempunyai kebijakan dan forum pengambilan keputusan tersendiri yang diatur oleh pedoman dasar kohati yang merupakan penjabaran dari konstitusi HMI.
Sedangkan di eksternal HMI, Kohati adalah suatu organisasi mahasiswi yang memiliki atribut organisasi yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas di luar hmi untuk memperjuangkan misi HMI.
Di internal HMI, Kohati merupakan sebuah bidang pemberdayaan perempuan yang memiliki hak dan kewajiban serta posisinya sama dengan bidang-bidang lain di HMI. Kohati sebagai bidang mempunyai kebijakan dan forum pengambilan keputusan tersendiri yang diatur oleh pedoman dasar kohati yang merupakan penjabaran dari konstitusi HMI.
Sedangkan di eksternal HMI, Kohati adalah suatu organisasi mahasiswi yang memiliki atribut organisasi yang digunakan dalam melaksanakan aktivitas di luar hmi untuk memperjuangkan misi HMI.
Kohati sebagai institusi memiliki peran
sebagai Pembina dan Pendidik HMI-Wati untuk menegakkan dan mengembangkan
nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan. Maka Kohati mempunyai tugas dan
tanggung jawab sebagai wadah peningkatan dan pengembangan potensi HMI-wati di
semua bidang untuk akselerasi tercapainya tujuan HMI.
Kohati sebagai badan khusus HMI secara
internal berfungsi sebagai Bidang Pemberdayaan Perempuan. Sedangkan secara
eksternal Kohati berfungsi sebagai organisasi mahasiswi. Dalam internal, Kohati
menjadi wadah pendidikan dan pelatihan bagi para HMI-Wati untuk membina,
mengembangkan dan meningkatkan potensi serta perannya dalam berbagai bidang
khususnya keperempuanan dan anak melalui pendidikan, pelatihan dan
aktivitas-aktivitas lain dalam kepengurusan HMI. Sedangkan dalam eksternal,
Kohati merupakan pembawa misi HMI di setiap forum-forum keperempuanan dengan
tujuan memperluas keberadaan HMI di semua aspek dan level kehidupan. Secara
khusus keterlibatan HMI-Wati pada wilayah eksternal merupakan pengembangan dari
kualitas pengabdian masyarakat yang dimilikinya.
Dengan kata lain fungsi Kohati adalah wadah
aktualisasi dan pemacu seluruh potensi-potensi HMI-Wati serta mendorong
HMI-Wati untuk berinteraksi secara optimal dalam setiap aktivitas HMI, juga
menjadikan ruang gerak HMI dalam masyarakat menjadi lebih luas.
Flatform Gerakan Kohati
Berbicara tentang platform
gerakan Kohati adalah rencana kerja, pernyataan sekelompok orang tentang
prinsip atau kebijakan.dasar atau tempat dimana sistem operasi kerja berbicara
tentang landasan umum gerak eksternal kohati. Di samping platform gerakan juga
berbicara tentang suatu paradigma, yaitu mengarahkan sudut pandang masyarakat
akademis.
Platform dianggap penting
bagi suatu gerakan organisasi untuk mempengaruhi aspek gerak maupun aspek
pemikiran HMI-Wati secara berkesinambungan sejalan dengan proses terbentuknya
sejarah HMI yang tidak terpisahkan dengan visi ke-Islaman, ke-Intelektualan dan
ke-Indonesian. Mengingat di era global ini, masalah keperempuanan menjadi isu
sentral dan diskursus yang intens dibicarakan. Dengan munculnya berbagai
gerakan dari pemerhati perempuan membuktikan bahwa kesenjangan antara laki-laki
dan perempuan di bidang IPOLEKSOSBUD masih terjadi.
Kohati sebagai bagian
integral dari HMI yang mempunyai peran strategis untuk merespon problem
(Mahasiswi pada khususnya dan Perempuan pada umumnya), salah satunya adalah
problem sosial bernama ketidakadilan yang banyak menimpa kaum perempuan karena
ketimpangan pola relasi antar individu di masyarakat. Dengan demikian persoalan
keperempuanan yang merupakan masalah sosial, harus mendapatkan perhatian serius
dari HMI untuk merealisasikan cita-citanya yaitu “Mewujudkan masyarakat adil makmur
yang diridhoi Allah SWT”.
Dalam upaya menjawab
tantangan tersebut, Kohati membentuk dasar kebijakan yang terformulasi secara
integral dan komprehensif, sehingga gerakan yang dilakukan dapat mengenai
sasaran dengan tepat. Arahan yang jelas dalam pergerakan Kohati adalah
menanamkan ideologi gerakan perempuan (hegemoni ideologi) sebagai salah satu
cara mewujudkan masyarakat adil, demokratis, egaliter dan beradab sebagai prototipy masyarakat
madani (civil society).
Konsekuensinya, kaum
perempuan dituntut untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta
keterampilan yang mendukung, artinya HMI-Wati harus memiliki keseimbangan dalam
kemandirian intelektual serta ketegasan dalam bersikap dengan landasan berpijak
yang jelas. Singkat kata, gerakan Kohati mengacu kepada 4 hal yakni,
Ke-Islaman, Ke-Intelektualan, Ke-Perempuanan dan Ke-Indonesiaan. Dan keempat
hal tersebut merupakan sistematisasi yang dibuat untuk memainkan peran
strategisnya pada pergerakan Kohati.
Memasuki tahun 2018 saat
ini, tepatnya 17 September, Kohati telah genap berusia 52 tahun. Setengah abad
lebih Kohati berkiprah dalam pusaran NKRI, disadari atau tidak, sedikit
banyaknya Kohati telah berperan aktif dalam berupaya mewujudkan tujuannya
tersebut.
Dalam perjalanan bangsa
selama ini, kinerja Kohati adalah hal menjadi salah satu kebanggaan tersendiri
dalam diri kader HMI, sebab eksistensi Kohati merupakan eksistensi HMI jua.
Walau bagaimanapun tangan zaman yang kian menerpa bangsa saat ini,
serpihan-serpihan harapan dan kesempatan untuk lebaih baik lagi kedepannya
tentunya pasti masih ada, kita berharap dihari lahirnya Kohati ke-52 tahun ini,
Kohati dapat lebih baik lagi dan tetap istiqomah dalam mewujudkan Muslimah
Berkualitas Insan Cita, semoga saja.
Bahagia HMI, Jayalah Kohati, Yakin
Usaha Sampai.
Keterangan :
Referensi 2 : Pedoman Dasar Kohati (PDK)
YAKUSA
ReplyDeleteYakusa.
ReplyDelete